Menanyakan kabar kamu adalah suatu hal yang sebenarnya tidak ingin saya lakukan Bahkan menyapamu pun saya rasa sudah tidak penting lagi. Meski itu berarti saya sudah melanggar norma kesopanan.
Tapi saya harus menulis surat ini. Jadi saya coba memulainya sesuai aturan.
Halo? Apa kabar?
...
...
Okay... saya enggak tahu mesti basa-basi apa lagi.
Saya akan mulai dengan beberapa pertanyaan yang mungkin terlintas di benak kamu saat membaca ini.
Kenapa ada surat ini?
Karena ada suatu hal yang perlu saya omongin ke kamu.
Kenapa enggak dikirim lewat email?
Percuma, toh, bukan kamu yang baca. Jadi saya taruh saja di blog dan membiarkan semua orang membacanya. Syukur-syukur kamu masih inget blog saya lalu membaca ini.
Kenapa enggak diomongin langsung?
Lewat tulisan saya bisa bicara lebih banyak. Lagipula kenyataan bahwa kamu berada ribuan mil dari saya, berarti butuh ongkos banyak untuk menghubungi kamu. Dan kamu tidak (lagi) seberhaga itu.
Apa yang mau diomongin?
Banyak, panjang dan ribet. Memikirkannya saja membuat pikiran saya penat.
Tapi saya bersedia mengatakan versi singkat "tema" masalahnya:
Ada apa dengan kamu dan perempuan yang mengaku isterimu itu?
Let me refresh ur mind a bit.
Saya masih ingat jelas pembicaraan panjang kita yang terakhir di bulan Oktober lalu. Ketika kamu akhirnya mengakui sudah ada kebahagiaan baru di samping kamu. Which is truly your right, since its been like 3 years after we broke up. Saya ikhlas. Dan urusan kita benar-benar selesai ketika saya lalu "telanjang" di depan kamu. Saya membereskan semuanya dengan mengakui tidak ada lelaki lain yang mampu merajai hati saya selain kamu setelah kita putus. You appreciate this confession. Then I said, I'm glad if u're happy.
Kemudian kamu yang bilang, kita akan chat lagi. Kita akan tetap keep in touch. Malah kamu yang meminta saya untuk membantu proyek idealis kamu.
Fuck you.
Saya menelan bulat-bulat keheningan tercipta.
Pahit...
Tapi saya terima.
Saya bahkan menikmatinya dan merasa INI yang TERBAIK.
Akhirnya saya berhasil keluar dari sebuah ruang sesak dan melenyapkan ruangan itu selamanya.
There's no unfinished bussiness anymore
Saya menemukan kebahagiaan baru.
Kedamaian yang saya rindukan.
Rasa aman yang tak pernah saya dapatkan dari kamu.
Dan yang paling penting,
kamu tidak lagi muncul di kepala saya saat saya sedang sendiri dan menyepi.
Kamu dan saya sama-sama bahagia dalam dunia berbeda.
Sebuah keadaan yang sangat menyenangkan.
Sayang, dongeng ini terlalu bagus.
Suatu hari,
bertubi-tubi saya menerima email.
Email pertama:
Sender: Nama kamu dan dia.
Subject: Email baru.
Message: Ini email baru gw
Saya: "Oke deh...email berdua nih ye..."
Saya pikir serangan hanya berakhir di situ.
Saya salah besar.
Hari berikutnya:
Email kedua:
Sender: Nama kamu dan dia
Subject: Please update my address book.
Message: Help me update my address book. Plus foto mesra kamu dan dia.
Saya: "Perasaan dari semua yang invite gw, cuma email ini yang pakai attachment foto."
Email ketiga:
Sender: Friendster
Subject: New Friend Request from kamu dan dia.
Saya: "Account berdua? Dan lo pengin gw jadi teman kalian?"
Sebelum serangan email ini, saya bisa lihat jelas dengan mata kepala kalau kamu sudah sama dia. Puluhan foto-foto kamu di Friendster sudah melukiskan bahwa kamu dan dia saling mencintai, menyayangi, horny at each other and there is nothing can separate you and her.
I UNDERSTAND THAT COMPLETELY.
And I don't give a damn about it.
Tapi ketika email-email tak tentu arah ini sampai ke saya, mau tidak mau, suka tidak suka, saya harus peduli.
Fine, kamu kirim itu ke semua teman kamu. Tapi haruskah mengirim semua itu ke saya?
Apalagi meng-add saya di YM dengan account kalian berdua (sementara saya tidak tahu id siapakah ini)? Lalu melalui YM saya berbicara dengan perempuan itu yang berulang kali menekankan bahwa dia adalah isteri kamu dan kamu suaminya.
Apa mau kamu sekarang?
Apa yang sedang ingin kamu tunjukkan?
Saya punya dua dugaan.
1. Kamu ingin menunjukkan kamu sudah menikah.
----- Saya tidak ada masalah kalau kamu sudah menikah dengannya (I even don't care if right here right now u're fucking her in front of me). Saya cuma berharap ada pemberitahuan yang lebih terhormat dari kamu.
Seperti, undangan pernikahan atau sebuah email singkat dari kamu tentang pernikahan itu.
2. Kamu mau kasih warning sign. Kalau saya TIDAK AKAN PERNAH BISA MENDEKATI KAMU LAGI.
------ Kecuali otak kamu sudah rusak dan menderita schizophrenia, SAYA TIDAK PERNAH MENEGUR KAMU LAGI SEJAK PEMBICARAAN PANJANG ITU.
Seperti yang saya bilang tadi, kamu dan saya sudah berbahagia di dunia yang berbeda. SAYA SUDAH MENEMUKAN KEBAHAGIAAN LAIN. Saya menghargai kebahagiaan kamu dan tidak ingin merusaknya. Urusan kita SUDAH SELESAI.
Kamu sedang jatuh cinta itu sangat bisa dimengerti. Tapi ketika kamu ingin semua orang memahami rasa kasmaran yang sedang kamu rasakan dan tidak peduli dengan kekacauan yang mungkin kamu buat karenanya... U make urself look like an idiot.
Saya tidak tahu apakah itu kamu atau dia yang mengirim semuanya.
Kalau itu dia, tolong jernihkan kepalanya.
I've tasted you and I had enough. Saya sudah kehilangan selera melihatmu.
She can have you until the end of time.
And do me a favor...
Boost her self esteem more will ya?
PS: Congratulation on ur wedding.
*you know who you are