To hold on to sanity too tight is insane

A lady with paradox chemical running thickly in her blood. Loves to laugh but can be very cynical. As cold as the winter breeze then will blow you with a roaring fire. A sinister of love yet a fool in romance. Complicated though easy to simplify. Basically, I'm just trying to revive myself here...and thank you for listening to my insane rambling.

Monday, January 31, 2005

a friend in need

Temaram lilin menerangi pantai di sekitar aku dan dia. Senja perlahan bersembunyi ditelan samudera. Alunan biola menyusup menggetarkan raga kedua jiwa. Pandangan mata kita beradu. Nyala lilin menari menerangi wajah dan seulas senyumnya yang tak pernah lepas saat menatap diriku.

Tangannya bergerak menggenggam tanganku, "Kamu cantik banget."
Aku cuma bisa tersipu malu dan berkata, "Terima kasih. Kamu juga lain dari biasanya."

"Lain gimana? Aneh maksudnya? Pakai tuksedo kayak gini, yah?" ujarnya sambil tertawa.

"Ha-ha-ha...iya, siy. Sok rapi gitu. Tapi saya jadi bangga banget jalan sama kamu."

"Selama ini enggak bangga?"

"Bangga banget. Soalnya muka kamu mirip buronan, sih. He-he-he..."

"Eh, becanda mulu!" ia mencubit tanganku sambil tertawa.

"Saya mau ngomong serius, nih," dia melanjutkan obrolannya dan tiba-tiba senyumnya menghilang lalu berganti dengan tusukan matanya.

"Apa?"

"Hmm...sebenarnya saya bingung juga gimana caranya ngomong ini.. Tapi saya coba beraniin diri, deh."

"Apa, sih?" saya mulai panik. Oh No! Dia mau putus!
Eh, tapi, kok, dia ngeluarin kotak kecil dari sakunya... Apa, nih? Lho, lho... Kok dia pakai berlutut segala? Oh My God...

"Kamu mau enggak menghabiskan waktu bersama saya sampai tua bahkan ketika kita sudah dijemput ajal?" dia berkata sambil membuka kotak kecil itu.

Saya melihat sebuah cincin emas putih paling indah yang pernah saya lihat.
Dia tersenyum pada saya. Ia berlutut dan memegang tangan saya... Mata saya mulai berkaca-kaca... Inilah momen yang sudah lama saya nantikan... Akhirnya... di usia yang sudah pas hmm...agak lewat sedikit, sih, ada orang yang melamar saya!
Saya sudah menyiapkan jawaban ketika...

Byur! Hah? Kok basah? Wah gawat! Tsunami, yah? Ancur!
Jedut...Auwww...apaan, nih? Tuh, kan,...beneran tsunami, nih!! Kabuuur!

Saya bersiap berlari dan membuka mata lebar-lebar...

Hah? Kening saya benjol, di depan saya, nyokap memegang ember yang seluruh isinya sudah tumpah-ruah ke kasur dan kepala saya!

Shit...its just a dream!

Kayak gitu rasanya ketika ada seorang teman yang tiba-tiba datang membawa nasihat justru di saat kita merasa, ."Gue enggak butuh nasihat! Gue lagi senang, kok! Gue, kan, melakukan hal-hal yang gue suka." Segala nasihat itu seolah seperti membangunkan kita dari buaian mimpi indah.

Menjalankan sesuatu yang kita rasa nikmat adalah hal yang paling menyenangkan. Meskipun, di mata orang lain, sebenarnya kita lagi asyik-asyikan jalan di jembatan selebar satu senti di atas ketinggian 100 kaki. Dasar sok jagoan!

Sok jagoan sebenarnya sebuah sikap yang bisa bikin kita berkembang. Berani menantang resiko. Mencoba hal-hal baru. Merasakan gairah berkobar seiring energi yang menyala. Berasa dunia akan tunduk di kaki kita.

Tapi ketika kita merasa...hm...kok, kayaknya gue mau jatuh, ya? Hajar bleh atau berhenti, nih?

Mungkin ini saatnya, kita diam. Berpikir lagi. Benarkah ini yang kita inginkan? Yakin hal ini bikin kita berhasil? Apakah kita melukai orang lain atau malah melukai diri sendiri?

Haram hukumnya mengacuhkan teman yang membawa saran yang sangat bagus. Apalagi kalau teman tersebut pernah merasakan masa "sok jagoan" yang sedang kita alami. Lunturkan semua defense yang bilang, "Enggak! Gue bakal baik-baik saja!" Because u may not...

Sometimes God speaks through our friends...
Dan mudah-mudahan mimpi saya jadi kenyataan juga, sih...hahahahah.

PS: Dedicated especially for April... Thanks girl. It's a blessed to have u here.





0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home